INDONESIA MODERN (RIKCLEFS) - BAGIAN IV. MUNCULNYA KONSEPSI INDONESIA +- 1900-1942
Sabtu, 18 April 2015
~
Bab 14. Langkah-langkah
Pertama Menuju Kebangkitan Nasional, +- 1900-27
Tiga dasawarsa pertama abad XX
bukan hanya menjadi saksi penentuan wilayah Indonesia yang baru dan suatu
pernyataan kebijakan penjajahan yang baru. Perubahan yang cepat terjadi di
semua wilayah yang baru saja ditakhlukan oleh Belanda.
Akan tetapi, dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan dan pembaharuan yang mula-mula muncul pada masa ini, Jawa dan daerah Minangkabau di Sumatera yang manjadi perhatian utama.
Akan tetapi, dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan dan pembaharuan yang mula-mula muncul pada masa ini, Jawa dan daerah Minangkabau di Sumatera yang manjadi perhatian utama.
Kunci perkembangan pada masa ini
adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi dan dikenalnya difinisi-difinisi
baru dan lebih canggih tentang identitas. Periode ini tidak menunjukkan
pemecahan masalah, tetapi merubah pandangan kepemimpinan Indonesia itu mengenai
diri sendiri dan masa depannya.
Kalangan priyayi jawa yang ‘baru’
atau yang ‘lebih rendah’, pejabat yang maju dan yang memandang pendidikan sebagai
kunci menuju kemajuan, adalah kelompok pertama yang membentuk suatu organisasi
yang benar-benar modern. Pada awal abad XX di antara kalangan-kalangan atas
pemerintah (priyayi) yang berada di lingkungan kaum abangan ada yang berpendapat bahwa pendidikan barat akan memberikan
kepada mereka suatu kunci menuju suatu perpaduan baru yang mereka anggap
sebagai suatu dasar bagi suatu peremajaan kembali terhadap kebudayaan, kelas,
dan masyarakat mereka. Di antara kelompok ini sebagian besar siap menganggap
Islam secara netral dan bersahabat, tetapi dengan semakin meningkatnya
tekanan-tekanan Islam beberapa di antaranya menjadi memusuhi Islam.
Dr. Wahidin Soedirohoesodo
(1857-1917) adalah pembangkit semangat organisasi yang pertama. Pada tahun 1901
dia menjadi redaktur majalah Retnadhoemilah
(Ratna yang berkilau) yang dicetak dalam bahasa Jawa dan Melayu untuk
kalangan pembaca priyayi dan mencerminkan perhatian priyayi terhadap
masalah-masalah dan status mereka.
Pada tahun 1907 Wahidin berkunjung
ke STOVIA dan di sana, di salah satu lembaga terpenting yang menghasilkan
priyayi rendah Jawa, dia melihat adanya tanggapan yang bersemangat dari
murid-murid sekolah tersebut. Diambil keputusan untuk membentuk suatu
organisasi pelajar guna memajukan kepentingan-kepentingan priyayi rendah, dan
pada bulan Mei 1908 diselenggarakan suatu pertemuan yang melahirkan Budi Utomo.
Mereka yang buka mahasiswa juga menggabungkan diri, sehingga pengaruh mahasiswa
mulai berkurang dan organisasi tersebut tumbuh menjadi partai priyayi rendah
Jawa pada umumnya.
Organisasi ini secara resmi
menetapkan bahwa bidang perhatiannya meliputi penduduk Jawa dan Madura. Bukan
bahasa Jawa melainkan bahasa Melayu yang dipilih sebagai bahasa resmi Budi
Utomo. Budi utomo tidak pernah memperoleh landasan rakyat yang nyata di antara
kelas-kelas bawah dan mencapai jumlah keanggotaan tertinggi, yaitu hanya 10.000
orang, pada akhir tahun 1909. Organisasi ini pada dasarnya juga merupakan suatu
lembaga yang mengutamakan kebudayaan dan pendidikan, organisasi ini jarang
memainkan peran politik yang aktif.
Organisasi-organisasi yang lebih
aktif dan penting segera berdiri. Beberapa diantaranya bersifat keagamaan,
kebudayaan, dan pendidikan, dan beberapa lagi bersfat politik, dan adapula yang
bersifat keduanya. Organisasi-organisasi itu bergerak di kalangan masyarakat
bawah da untuk yang pertama kalinya terjalin hubungan antara rakyat desa dan
elite-elite politik. Muncul pula suatu kepemimpinan agama yang baru ketika
Islam Indonesia diterapkan pada periode pembaharuan yang paling penting dalam
sejarahnya.
Pada awal abad XX kaum muslim
perkotaan merasakan bahwa kegiatan-kegiatan dagang mereka semakin terancam oleh
saingan orang-orang Cina. Pada tahun 1909 seorang lulusan OSVIA bernama
Tirtoadisurjo, yang telah meninggalkan dinas pemerintahan dan menjadi
wartawan mendirikan sarekat Dagang Islam
di Batavia. Organisasi tersebut dimaksudkan untuk membantu pedagang-pedagang
bangsa Indonesia dalam menghadapi saingan orang-orang Cina. Pada tahun 1911 dia
mendorong seorang pedagang batik yang berhasil di Surakarta bernama Haji
Samanhudi untuk mendirikan Sarekat Dagang Islam sebagai suatu koperasi pedagang
batik anti Cina. Cabang lainnya didirikan di Surabaya yang dipimpin oleh H.O.S.
Tjokroaminoto.
Pada tahun 1912 organisasi tersebut
merubah namaya menjadi Sarekat Islam (SI). Si berkembang dengan pesat. Gubernur
Jenderal Indenburg secara hati-hati mendukung SI, dan pada tahun 1913 ia
memberi pengakuan resmi kepada SI. SI mulai memiliki banyak cabang dan ini
kemudian dikendalikan oleh CSI (Central Sarekat Islam).
Organisasi Islam Modern yang paling
penting di Indonesia berdiri di Yogyakarta pada tahun 1912. Organisasi ini
bernama Muhammadiyah yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Muhammadiyah
mencurahkan kegiatannya pada usaha-usaha pendidikan serta kesejahteraan dan
dalam program dakwah guna melawan agama Kristen dan ketakhyulan-ketakhyulan
lokal.
Pada tahun 1913 H.J.F.M. Sneevliet
tiba di Indonesia dan pada tahun 1914 ia mendirikan Indische
Social-Democratische Vereniging (ISDV: Perserikatan Sosial Demokrat Hindia) di
Surabaya. Partai ini menjadi partai beraliran Komunis pertama di Asia yang
berada di luar Uni Soviet. Anggota ISDV hampir seluruhnya orang Belanda, tetapi
organisasi ini ingin memperoleh dasar di kalangan rakyat Indonesia. Perhatian
ISDV mulai beralih kepada Sarekat Islam, satu-satunya organisasi yang memiliki
jumlah pengikut yang besar di kalangan rakyat Indonesia.
Pengaruh kiri di dalam Sarekat Islam
semakin bertambah besar karena ISDV berusaha memperoleh rakyat sebagai
landasan. Anggota SI mulai banyak yang ditarik menjadi komunis, salah satunya
Semaun yang menjadi anggota SI Surabaya dan kemudian dipindah ke Semarang. SI
kemudian menjadi pecah dan terdiri dari SI Putih dan SI Merah. SI Merah ini
diantaranya adalah Semaun dan Darsono yang kemudian bergabung dengan ISDV.
Lingkungan politik berbalik menentang
radikalisme, tetapi ironisnya keadaan ini menempatkan ISDV yang diketuai oleh
Semaun dalam posisi untuk memimpin gerakan politik rakyat. Organisasi ini masih
sangat kecil, tetapi sekarang sebagian besar anggotanya adalah orang Indonesia.
Pada bulan Mei 1920 organisasi ini berganti nama menjadi Perserikatan Komunis
di Hindia dan pada tahun 1924 berganti nama lagi menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Tahap pertama kebangkita Nasional
berakhir ketika goncangan yang ditimbulkan oleh pemberontakan PKI dan kegagalan
totalnya tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai akibat dari ini, nasionalisme
yang sungguh-sungguh akan muncul. Hal ini menjadi suatu langkah baru karena di
antara organisasi-organisasi penting yang dibahas dalam bab ini merupakan
pengaruh dari pembaharuan agama atau dari identitas-identitas regional dan
komunal adalah sedemikian rupa sehingga tak satu pun yang benar-benar nasional.
0 komentar:
Posting Komentar